A. Deskripsi Gunung
Gunung Ciremai merupakan gunung berapi yang masih aktif dan bertipe Strato. Memiliki dua kawah utama, Kawah Barat dan Kawah Timur, serta kawah letusan kecil Gua Walet. Gunung ini memiliki keistimewaan tersendiri bila dibandingkan dengan gunung-gunung lainnya di pulau Jawa, seperti juga Gunung Slamet, gunung ini juga terpisah dari gunung-gunung tinggi lainnya, tetapi gunung Ciremai ini lebih dekat dengan Laut Jawa. Kegiatannya yang terakhir tercatat pada tahun 1973, berupa gempa tektonik yang cukup kuat.
Gunung Ciremai merupakan gunung tertinggi di Jawa Barat, dapat didaki dari arah timur melalui Linggarjati (580 mdpl), dari arah selatan melalui Palutungan (1.227 mdpl), dan dari arah barat melalui Maja (lewat Apui dan lewat Argalingga). Jalur Linggarjati dan Palutungan adalah jalur yang paling banyak dilalui, dan merupakan jalur yang dianjurkan oleh pihak PERHUTANI pengelola kawasan hutan di sekitar Gunung Ciremai. Dari ketiga jalur yang ada, Linggarjati adalah jalur yang relatif populer dikalangan pendaki. Linggarjati memiliki jarak tempuh menuju puncak yang paling singkat diantara jalur lainnya, 6-8 jam, dengan konsekuensi jalur yang lebih menanjak dan menantang. Sumber air terakhir untuk jalur Linggarjati ada di Cibunar. Palutungan adalah jalur yang lebih landai, namun lebih lama waktu tempuhnya, 8-11 jam. Untuk air dapat diperoleh di Cigowong, terdapat sungai yang mengalir sepanjang musim dan di Goa Walet. Untuk sumber air di Goa Walet, hanya ada bila musim penghujan tiba. Idealnya, tiap orang membawa minimal 5 liter air.
Ketinggian Gunung Ciremai pada puncaknya adalah 3078 mdpl. Terdapat dua puncak, puncak Jati ( jalur Linggarjati) dan puncak Kawah (jalur maja dan palutungan).
B. Akses, Perijinan, dan Base Camp
Hasil pendataan ini kami dapatkan melalui survey, berdasarkan kejadian nyata yang kami alami, sumber-sumber data yang berasal dari dunia maya, serta konsultasi dengan beberapa orang.
Akses
Akses menuju Ciremai via Palutungan
Rute
Waktu Tempuh
Harga
Keterangan
Jakarta-Kuningan.
Turun di pintu keluar tol Ciperna.
4-5 jam
Rp. 35.000
Bus Antar kota. Putera Luragung
Pintu tol-terminal Cirendang
30 menit
Rp. 6000
Angkutan Kota, warna kuning
Terminal-Palutungan
30 menit
Rp. 4000
Angkutan Kota
Nb:
- Bus antarkota, Jakarta-kuningan, ada di tiga terminal, Lebak Bulus, Kampung Rambutan, dan Pulo Gadung. Namun untuk lebih mudah dan lebih ramainnya armada, sebaiknya naik di pulo Gadung.
- Angkot menuju Palutungan, ada terus setiap saat, setiap waktu. Namun akan menjadi sangat jarang di malam hari, dan harganya menjadi lebih mahal.
Akses menuju Ciremai via Linggarjati
Jakarta- Kuningan.
Turun di pertigaan Linggarjati, 4-5 jam, Rp. 35.000, Bus Antar Kota
Pertigaan-Linggarjati, 30 menit, Rp. 4000. Angkutan Kota
Base Camp Dan Perijinan
Palutungan
Untuk mendaki Gunung Ciremai melalui Desa Palutungan sebenarnya tidak memerlukan perijinan yang terlampau rumit. Pendaki dapat mengurus ijin di Base Camp Palutungan, letaknya tepat berada di jantung desa Palutungan. Dari terminal Cirendang ada angkutan yang langsung menuju base camp. Namun sayang di Base Camp Palutungan belum ada tempat menginap yang cukup layak bagi pendaki. Pendaki biasannya menginap di pos, di saung dekat base camp, ataupun rumah penduduk. Perijinan tidak berbelit-belit cukup menunjukkan surat jalan organisasi dan mengurus administrasi yang perlu dipenuhi.
Pendaki dapat berkonsultasi dulu dengan petugas base camp, mengenai segala hal berkaitan dengan Ciremai. Para petugas bertugas untuk menjamin kelestarian dan keamanan kawasan hutan Ciremai, sebuah tugas yang sungguh mulia.
Dalam pendakian yang tim jalani, proses perijinan menjadi agak pelik, dikarenakan gunungnya ditutup. Penutupan gunung ciremai terkait dengan perubahan status Ciremai menjadi Taman Nasional. Penutupan sudah dilakukan sejak September 2006.
C. Deskripsi Lingkungan
Gunung Ciremai sudah terkenal di seluruh penjuru nusantara, terkait dengan statusnya sebagai gunung yang cukup sulit didaki. Gunung ini menjadi salah satu gunung favorit pendaki di Indonesia.
Kondisi hutan di gunung Ciremai bisa dibilang cukup asri, vegetasi yang masih lebat serta variasi hewan-hewan, menegaskan hal itu. Ekosistem hutan tropis yang banyak ditumbuhi lumut dan kondisi tanah relatif basah, menjadi ciri khas tersendiri. Didominasi oleh hutan heterogen, pohon-pohon homogen banyak tumbuh di sekitar pintu rimba dan ladang penduduk. Pernah terjadi kebakaran yang cukup menghebohkan sekitar tahun 2000, walaupun tidak berpengaruh banyak terhadap vegetasi dan fauna, namun memberi efek yang cukup signifikan pada kondisi jalur, jalur pendakian ke puncak gunung ciremai menjadi terganggu, tertutup pohon tumbang maupun percabangan-percabangan yang muncul akibat kebakaran.
Kebakaran inilah yang menjadi salah satu sebab, mengapa status gunung ciremai ditingkatkan menjadi Taman Nasional. Diharapkan, dengan adanya peningkatan status tersebut proses pemulihan ekosistem pasca kebakaran dapat berjalan lebih lancar dan terkontrol.
Jenis faunanya beragam, mulai dari bangsa burung-burungan hingga sejenis Lutung, bahkan menurut legenda yang beredar secara terbatas, macan kumbang masih sering dijumpai di Ciremai.
Untuk kondisi jalur, terkait dengan statusnya sebagai gunung favorit pendaki, jalur pendakian di Ciremai, Palutungan khususnya, bisa dibilang cukup kotor. Terlebih pada shelter-shelter yang sering dijadikan tempat bermalam pendaki. Kondisi yang memprihatinkan dan memiriskan hati, ketika seseorang yang mengaku pecinta alam, justru merusak alam yang tak berdosa. Belum ada solusi yang benar-benar tepat untuk masalah ini, mungkin para pendaki harus mulai belajar untuk menumbuhkan kesadaran dalam diri mereka masing-masing, kesadaran bahwa alam ini indah dan mencintai keindahan.
Tidak ada indikasi terjadinya penebangan liar di Ciremai, berdasarkan pengamatan yang kami lakukan selama pendakian dan melalui wawancara penduduk. Tidak terdengar sebisik pun nada riang gergaji mesin menggema di telinga. Ciremai saat ini menjadi pemasok utama kebutuhan air bersih desa-desa di lerengnya, termasuk Palutungan.
D. Profil Penduduk
Palutungan adalah dusun yang terletak di desa Cisantana, kecamatan cigugur, Kuningan. Mayoritas penduduknya beretnis sunda dan sebagian kecil suku jawa. Bahasa yang dipakai sehari-hari adalah bahasa sunda. Saat ini penduduk Palutungan terdiri dari, 250 kepala keluarga dari 7 Rukun Tetangga. Penduduk dusun Palutungan adalah muslim yang taat. Islam menjadi agama mayoritas disini, selain tentunya agama-agama lain dengan prosentase kecil, seperti Katolik, kristen, hindu, da budha. Di desa Cisantana terdapat obyek wisata bernuansa religius yang cukup populer dikalangan umat katolik, yaitu gua Maria. Selain menganut agama-agama seperti yang telah disebut di atas, penduduk Palutungan juga mempercayai hal-hal yang bersifat mistis terkait dengan keberadaan gunung Ciremai.
Salah satu ciri khas dusun Palutungan adalah hasil kebunnya yang melimpah ruah. Produk utama daerah ini adalah wortel, bawang daun, kentang dan buah kesemek. Selain berkebun, penduduk Palutungan juga mengembangkan peternakan, hewan yang biasa diternakkan disini adalah sapi dan ayam. Susu sapi murni juga menjadi produk andalan dusun ini. Menjadi sopir angkutan kota atau menjadi sopir ojek adalah alternatif pekerjaan bagi penduduk desa Palutungan, selain berkebun dan beternak.
Secara umum, kondisi dusun Palutungan cukup rapi dan bersih. Rumah-rumah sudah dibangun dalam kondisi permanen dan tertata rapi, tidak menunjukkan bahwa Palutungan adalah nama sebuah dusun. Kehidupan tampak sudah maju, dibuktikan dengan adanya jaringan telepon, radio, TV, dan sinyal handphone yang cukup memadai. Jalan utama sudah diaspal, rumah-rumah penduduk berjajar mengikuti jalan utama. Jalan utama ini kemudian becabang secara sistematis di kanan dan kirinya, menjadi gang-gang kecil.
Penduduk, rata-rata memiliki taraf kesehatan yang mumpuni. Fasilitas kesehatan sendiri sudah memenuhi standar, terdapat sebuah puskesmas di Cisantana. Air, menurut beberapa penduduk, bukan menjadi masalah yang berarti di Palutungan. Sumber Air dari gunung Ciremai belum pernah kering hingga sekarang. Terdapat tandon penampungan air yang cukup besar di pusat dusun Palutungan. Mandi cuci kakus telah terfasilitasi secara baik.
Terdapat banyak warung disini, membuat para pendaki tak perlu khawatir bakal mati kelaparan. Fasilitas pendidikan masih belum lengkap, hanya terdapat satu SD dan satu madrasah, sedangkan SMP dan SMA ada di luar palutungan. Penduduk Palutungan adalah orang-orang yang ramah, secara umum. Walaupun, ada beberapa oknum penduduk yang patut diwaspadai. Menurut penduduk, sering terjadi barang pendaki tiba-tiba hilang secara misterius. Kehidupan berlangsung tidak lebih dari jam sembilan malam.
E. Rute Pendakian
1.RUTE PENDAKIAN JALUR LINGGARJATI
Desa Linggarjati merupakan gerbang utama pendakian ke Gunung Ciremai. Untuk mencapainya, dari terminal Cirebon atau dari Jakarta, kita naik bus jurusan Kuningan dan turun di terminal Cilimus atau turun di pertigaan menuju pusat Desa Linggarjati, dan meneruskan perjalanan ke Desa Linggarjati dengn minibus.
Di Desa Linggarjati ini terdapat penginapan yang bertarif relative mahal (Rp 45.000 – Rp 150.000) Hotel Linggarjati (telp. 0232-63185), Pesanggrahan di kawasan Taman Wisata Linggarjati Indah (telp. 0232-6318 8) dan Siliwangi Park Resort (telp. 0232-63006). Walau begitu kita bisa bermalam di Balai Desa atau di rumah-rumah penduduk dengan biaya sukarela.
Fasilitas telepon kartu dapat kita jumpai di Taman Wisata Linggarjati Indah, dan Wartel hanya tersedia di Cilimus, dimana kita bisa mengirim dan menerima faksimili (telp/faks 0232-63112).
Desa Linggarjati merupkan desa yang bersejarah dimana kita bisa mengunjungi Gedung Linggarjati, yang dijadikan museum untuk mengenang perjanjian Linggarjati yang dilaksanakan tahun 1946. Setelah pendakian kita bisa menikmati pemandian air panas yang terletak di Desa Sangkan Hurip, 4 km ke arah timur Linggarjati, yang mengandung yodium, berbeda dengan kebanyakan pemandian air panas alami yang mengandung belerang.
Jalur pendakian Linggarjati ini sangat jelas, karenanya menjadi pilihan utama para pendaki. Dibandingkan dengan jalur Palutungan, jalur Linggarjati ini lebih curam dan sulit, dengan kemiringan sampai 70 derajat. Di jalur ini, air hanya terdapat di Cibunar.
Dari Desa Linggarjati berjalan lurus, kurang lebih ½ jam, mengikuti jalan desa menuju hutan pinus, kita akan sampai di Cibunar (750 mdpl). Disini kita menjumpai jalan bercabang, ke arah kiri menuju sumber mata air dan lurus menuju arah puncak. Kalau tidak bermalam di Desa Linggarjati, kita bisa berkemah di Cibunar. Persediaan air sebaiknya disiapkan disini, karena setelah ini tidak ada mata air lagi.
Dari Cibunar, kita akan mulai mendaki melewati ladang dan hutan pinus, dan kita akan melewati Leuweung Datar (1.285 mdpl), Condong Amis (1.350 mdpl), dan Blok Kuburan Kuda (1.580 mdpl), disini kita dapat mendirikan tenda. Dari Cibunar ke Blok Kuburan Kuda diperlukan waktu kira-kira 3 jam.
Jalur akan semakin curam dan kita akan melewati Pengalap (1.790 mdpl) dan Tanjakan Binbin (1.920 mdpl) dimana kita bisa temui pohon-pohon palem merah. Selanjutnya kit akan melewati Tanjakan Seruni (2.080 mdpl) dan Bapa Tere (2.200 mdpl), kemudian kita sampai di Batu Lingga (2.400 mdpl), dimana terdapat sebuah batu cukup besar di tengah jalur. Menurut cerita rakyat, dasar kawah gunung Ciremai sama tingginya dengan Batu Lingga ini. Perjalanan dari Kuburan Kuda sampai Batu Lingga memakan waktu antara 4-5 jam. Di beberapa pos, kita dapat menjumpai nama tempat tersebut, walaupun kadang kurang jelas karena dirusak.
Dari Batu Lingga kita akan melewti Sangga Buana Bawah (2.545 mdpl) dan Sangga Buana Atas (2.665 mdpl), mulai di jalur ini kita bisa memandang ke arah pantai Cirebon. Burung-burung juga akan mudah dijumpai di daerah ini, dan selanjutnya kita akan sampai di Pengasinan (2.860 mdpl), yang membutuhkan waktu 1,5 jam dari Batu Lingga. Disekitar Pengasinan banyak dijumpai Edelweis Jawa (Bunga Salju) yang langka itu, namun dari waktu ke waktu semakin berkurang jumlahnya akibat sering dipetik. Dari Pengasinan menuju puncak Sunan Telaga/Sunan Cirebon (3.078 mdpl) maih dibutuhkan waktu sekitar ½ jam lagi dengan melewati jalur yang berbatu-batu.
Dari puncak, akan kita saksikan pemandangan kawah-kawah Gunung Ciremai yang menawan. Bila cuaca cerah kita juga dapat menikmati panorama yang menarik ke arah kota Cirebon, Majalengka, Bandung, Laut Jawa, Gunung Slamet, dan gunung-gunung di Jawa Barat. Pemandangan lebih menarik akan kita jumpai pada waktu matahari terbit dari arah laut Jawa. Suhu di puncak bisa mencapai 8-13 C. Dari puncak ke arah kanan kita bisa menuju ke kawah belerang yang ditempuh dalam ½ jam perjalanan. Untuk mengitari puncak dan kawah-kawahnya diperlukan waktu 2,5 jam.
Dari puncak ke arah kiri 15-20 menit perjalanan, kita akan jumpai 3 buah cerukan yang dapat kita gunakan untuk bermalam dan membuka tenda, tempatnya cukup nyaman karena posisinya lebih rendah dari puncak dinding kawah.
Perjalanan mendaki puncak Gunung Ciremai rata-rata membutuhkan waktu 8-11 jam dan 5-6 jam untuk turun. Dengan demikian kita harus mendirikan tenda di perjalanan, karena itu perlengkapan tidur dan perlengkapan masak adalah suatu keharusan.
Pendakian pada musim kemarau culup menyenangkan karena cuaca lebih bersahabat, dan kondisi medan tidak terlalu licin serta pemandangan lebih cerah.
2.RUTE PENDAKIAN JALUR PALUTUNGAN
Base camp-cigowong
Jalur antara basecamp menuju cigowong relatif masih mudah. Jalanan masih landai, track bervariasi, kadang lebar kadang menyempit, namun jelas. Yang perlu diperhatikan adalah banyaknya persimpangan spanjang jalur ini. Namun tidak perlu khawatir, banyak penunjuk berupa plang-plang yang menempel di pohon-pohon. Perjalanan menuju cigowong memakan waktu rata-rata 2 jam, dengan kecepatan normal. Jalur dibuka dengan melewati ladang-ladang penduduk, begitu memasuki pintu rimba, pendaki akan melewati semak-semak yang cukup rimbun. Kondisi hutan sepanjang jalur didominasi hutan homogen pinus dan pohon-pohon besar, suasana cukup teduh. Jalur relatif bersih kecuali di beberapa shelter sebelum cigowong, sampah sisa pendaki cukup banyak.
Cigowong adalah sebuah shelter yang luas, bisa memuat puluhan tenda. Kondisi shelter ini cukup nyaman, banyak pohon besar yang rimbun dan terdapat sumber air berupa sungai kecil, yang terus mengalir walau kemarau tiba. Ketinggian tempat ini 1450mdpl. Dianjurkan untuk mengambil air di sini, karena cigowong adalah sumber air terakhir, sepanjang jalur menuju puncak tidak ada lagi sumber air, mungkin hanya mata air-mata air temporari seperti di Gua Walet.
Cigowong-Kuta
Tim membutuhkan waktu kurang dari setengah jam untuk melahap jalur ini. Jalur didominasi oleh hutan heterogen yang cukup rimbun, banyak pohon-pohon besar, kondisi jalur cukup jelas dan basah. Tidak banyak persimpangan. Pejalanan cukup melelahkan, disebabkan oleh trek yang mulai menanjak. Kondisi lingkungan cukup bersih.
Kuta berada pada ketinggian 1575mdpl, namun gps yang tim bawa menunjukkan angka 1700mdpl. Shelter ini cukup luas, bisa memuat dua tenda pendaki ukuran 4-5 orang.
Kuta-Pangguyan Badak
Memakan waktu sekitar 45 menit. Jalur bervariasi, kadang landai, kadang menanjak habis-habisan. Kanak-kiri jalur berupa jurang yang cukup curam. Kondisi jalur cukup bersih, namun seperti biasa, di shelter-shelter sebelum Pangguyan Badak sampah lumyan banyak. Jalur lebar, ada persimpangan, namun ada keterangan jelas mengenai jalur yang benar. Biasanya terdapat plang penunjuk arah atau jalur yang salah ditutup kayu.
Pangguyan Badak adalah shelter yang cukup luas, cukup untuk mendirikan 8 hingga 10 tenda. Tempatnya cukup terbuka, perlu waspada terhadap pacet. Ketinggian pada pada plang adalah 1800mdpl, pada gps 1856mdpl.
Pangguyan Badak-Arban
Jarak Pangguyan Badak menuju Arban cukup jauh, memakan waktu 1 jam lebih. Cukup menguras tenaga, jalur mulai menanjak konstan. Pendaki perlu berhati-hati, banyak pohon tumbang dan akar-akar pohon yang muncul liar. Bila diperhatikan secara seksama, akan terdengar suara sungai yang bersal dari lembah di kanan jalur. Jalur cukup jelas namun basah, ciri khas gunung-gunung di Jawa Barat.
Arban berada di ketinggian kurang lebih 2000mdpl. Menurut kabar burung, tempat yang berkapasitas 3-5 tenda ini, cukup angker. Dilarang berbicara sembarangan di sini.
Arban-Tanjakan Assoy
Seperti namanya, jalur ini benar-benar assoy, tanjakannya menggila, liar, buas, tak berujung. Kondisi jalur cukup jelas, bervariasi terkadang cukup lebar, kadang menyempit. Dihiasi oleh hutan yang merimbun dan heterogen. Jalur pendakian relatif bersih dari sampah.
Tanjakan assoy adalah tempat yang cukup luas, cocok digunakan untuk bemalam. Tempatnya luas, cukup untuk mendirikan 4-6 tenda sekaligus. Ketinggian 2108mdpl.
Tanjakan Assoy-Pasanggrahan
Memakan waktu hampir 1 jam. Perjalanan sangat sangat menguras tenaga sekali. Jalur terus menanjak tampa ampun, meski cukup jelas dan minim persimpangan. Pendaki perlu berhati-hati, jalur cukup basah dan akan menjadi sangat licin bila hujan datang.
Pasanggrahan bisa memuat sekitar 4-5 tanda. Dulu terdapat plang atau papan nama yang menunjukkan tempat tersebut adalah pasanggrahan, tapi sekarang telah tumbang. Tanda medan yang tersisa adalah pohon tumbang di tengah shelter.
Pasanggrahan-Sanghiang Ropoh
jalur dari pasanggraha ke sanghiang ropoh,banyak duri-duri tanaman arbey yang menjulur sepanjang jalan,hati-hati untuk para pendaki yang tidak memakai kaos panjang atau tidak memakai jaket,karena durinya sangat tajam dan gatal dan perih jika tergores,untuk di sanghiang ropoh tidak ada shelter yang memadai hanya memuat 1/2 orang saja,kebanyakan pendaki langsung menuju ke goa walet,untuk beristirahat dan mendirikan shelter
Sanghiang Ropoh-Goa Walet
Jalur tanpa toleransi, tidak ada pilihan lain selain jalan menanjak. Didominasi oleh batuan-batuan besar dan sisa-sisa lava yang membeku. Perlu kehati-hatian. Vegetasi mulai berubah, tumbuhan mulai jarang. Terdapat persimpangan di ujung jalur, nila turun ke kanan menuju gua walet, bila jalan terus ke atas, akan sampai di puncak.
Di Goa Walet terdapat mata air yang bersifat angin-anginan, bila musim hujan tiba, air cukup melimpah, namun jadi kering saat kemarau. Merupakan tempat yang ideal untuk ngecamp. Terdapat bentukan gua yang cukup dalam. Di depan gua ada area yang cukup luas, bisa memuat lebih dari 8 tenda. perjalanan memakan waktu kurang dari 1 jam. Bila berjalan sedikit lagi ke atas pendaki akan bertemu satu pertigaan lagi. Merupakan pertemuan antara jalur maja ( majalengka ) dan Palutungan. Bila ingin ke Majalengka, ambil jalan turun di sebelah kiri jalur.
Goa Walet-Puncak
Jalur menuju puncak didominasi oleh batu-batuan terjal dengan tanjakan yang curam. Vegetasi, pepohonan, mulai langka. Batas vegetasi menjadi jelas. Dari Goa Walet menuju puncak Ciremai dapat ditempuh dalam waktu setengah jam.
Puncak gunung Ciremai menawarkan pemandangan yang memukau mata. Kaldera yang luas dengan kawah biru di tengahnya. Bentukan kawah terdiri dari batuan vulkanis dan sisa-sisa lava yang membeku hasil letusan masa lalu. Dari puncak Ciremai, bila tidak ada kabut, kita dapat menyaksikan kemegahan gunung Slamet, Sindoro, dan Sumbing di ufuk timur serta garis pantai Cirebon yang melengkung cantik.
Terdapat beberapa ruang yang cukup lapang, bisa digunakan untuk membuka tenda. Namun tidak dianjurkan untuk bermalam di puncak. Angin cukup kencang dan suhu yang teramat dingin dapat mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan terjadi. Di puncak Ciremai terdapat banyak sekali ”in Memoriam ”, untuk mengenang dan menghormati para pendaki yang meninggal di sana. Ketinggian 3078mdpl.
3.RUTE PENDAKIAN JALUR APUY
Rute Apuy adalah rute yang terpendek dibanding dengan dua rute lainnya yang umum dipakai. Akan tetapi untuk pencapaian ke Desa Apuy masih terbentur masalah kendaraan yang masih menggunakan mobil pick-up sayur. Berikut ulasan mengenai jalur Apuy:
Rumah Kepala Desa Apuy
Desa Apuy
Desa ini terletak pada ketinggian 1204m dpl dan berada pada Kecamatan Argapura, desa kecil ini merupakan desa terakhir untuk pendakian Gn. Ciremai melalui rute ini. Didesa ini juga terdapat sebuah objek wisata alam berupa sebuah air terjun bertingkat dua. Air terjun ini bernama Curug Muara Jaya. Para pendaki biasanya menginap di rumah Pak Kuwu atau Pak Kepala Desa. Desa ini berada pada koordinat 06° 54’ 38.9” LS dan 108° 21’ 20.0” BT
Jalan Setapak Awal di Blok Arban
Desa Apuy – Pos I ( Blok Arban)
Dari Apuy ke Pos I atau yang disebut juga dengan Blok Arban ini berjarak sekitar 2 jam berjalan kaki, dengan melewati perkebunan penduduk dan banyak sekali jalan bercabang. Alternatif menuju Pos I adalah dengan mencarter mobil Pick-up L300. Di pos ini merupakan tempat untuk mendapatkan air yang terakhir. Pos ini berada pada ketinggian 1.614m dpl dan pada posisi 06° 54’ 50.3” LS dan 108° 22’ 43.4” BT.
Pos II atau Pos Simpang Lima Pos I – Pos II (Simpang Lima)
Pos I ke Pos II atau Pos Simpang Lima ini berjarak sekitar 1 jam jalan kaki. Pos ini berada pada ketinggian 1.915m dpl dan pada koordinat 06° 54’ 47.1” LS dan 108° 23’ 10.0” BT. Pos ini tidak begitu luas bisa menampung sekitar 2-3 tenda. Dan dilokasi ini ada tenda terpal yang ditinggalkan pemiliknya, kondisinya masih bagus hanya tidak dipasang sebagaimana mestinya.
Pos III (Tegal Wasawa) Pos II – Pos III (Tegal Wasawa)
Dari Pos II ke Pos III yang dikenal juga dengan Pos Tegal Wasawa, bias ditempuh dengan waktu lebih kurang satu jam. Pos III berada pada ketinggian 2.400m dpl dan pada posisi 06° 54’ 44.1” LS dan 108° 23’ 36.1” BT. Pos ini cukup sempit dan hanya bisa menampung 2 tenda dalam posisi yang cukup rapat.
Pos IV (Pos Tegal Jamuju) Pos III – Pos IV (Tegal Jamuju)
Dari Pos III ke Pos IV atau Tegal Jamuju ini berjarak sekitar 50 menit. Pos IV berada pada ketinggian 2.600m dpl dan pada posisi 06° 54’ 33.4” LS dan 108° 23’ 46.9” BT. Pos IV ini cukup luas dan bisa menampung 5-6 tenda
Pos V Pos yang terluas
Pos IV – Pos V (Sanghiang Rangkah)
Pos V atau Sanghiang Rangkah ini berjarak lebih kurang 1.5 jam perjalanan dari Pos IV. Pos Sanghiang Rangkah ini adalah pos yang terluas, disini juga terdapat pertigaan jalur ke Palutungan. Dari Pos V ini keadaan medan sudah terbuka. Pos ini berada pada ketinggian 2.800m dpl dan pada posisi 06° 54’ 17.9” LS dan 108° 23’ 58.7” BT. Pertigaan ke Palutungan juga bisa kita temui setelah kira-kira 30 menit pendakian dari Pos V atau pada posisi 06° 53’ 59.2” LS dan 108° 24’ 08.1” BT
Daerah Pos VI
Pos V – Pos VI (Goa Walet)
Pos VI berada persis diatas Goa Walet dan kita bisa mendapatkan air di Goa Walet yang berasal dari rembesan air dari atap goa. Akan tetapi perlu diingat dimusim kemarau kadang kala airnya kering. Pos VI berada pada ketinggian 2.950m dpl dan pada posisi 06° 53’ 53.1” LS dan 108° 24’ 11.6” BT. Pos ini medannya terbuka serta cukup luas dan bisa menampung 3-4 tenda. Selain di Pos ini kita juga bisa mendirikan tenda di areal Goa Walet dan lebih terlindung dari angin.
Daerah puncak yang merupakan gigiran kawah dan bisa dikelilingi
Pos VI – Daerah Puncak.
Dari Pos VI ke daerah puncak tidak begitu jauh, kira-kira memakan waktu 30-50 menit. Tanjakan cukup curam. Sampai didaerah puncak bisa mengitari kawah dengan waktu tempuh sekita 2.5 jam. Didaerah puncak ini kita bisa menemukan tiga titik trianggulasi. Jika kita memulai kearah kiri maka titik pertama yang kita temui adalah tiang 2.866m dpl pada posisi 06° 53’ 46.6” LS dan
108° 24’ 15.3” BT yang merupakan titik tertinggi ketiga, kemudian tiang trianggulasi yang sudah rubuh ini adalah titik tertinggi yaitu 3.073m dpl yang dikenal dengan nama Sunan Cirebon terletak pada posisi 06° 53’ 35.0” LS dan 108° 24’ 24.9” BT berikutnya titik ketinggian kedua tertinggi yang dikenal juga dengan nama Sunan Mataram dengan ketinggian 3.056m dpl serta posisi 06° 53’ 40.9” LS dan 108° 24’ 42.3” BT. Tiang Sunan Mataram ini berada persis dekat jalur turun ke Linggar Jati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar